Sejarah Pagergunung

Sejarah

Pada sekitar empat abad tahun yang lalu sebelum Belanda masuk ke Indonesia, maka wilayah semenanjung (pesisir) utara pulau Jawa dan wilayah pantai Utara masih merupakan hutan belantara yang belum terjamah oleh manusia. Pada tahun 1700-an setelah Belanda menguasai tanah Jawa dan dibangunnya jalan dari Anyer sampai Penarukan oleh VOC maka daerah sekitarnya mulai berkembang.

Pemerintahan Desa Pagergunung menurut cerita leluhur dinilai sekitar tahun 1845an, dengan dimulainya babat alas oleh seorang tokoh dari wilayah timur yang bernama Ki SENTONO atau yang biasa disebut Ki AJI SOKO, beliau berasal dari prajurit MATARAM dan pernah tinggal 15 tahun di Desa Pagergunung. Mengapa bisa sampai di Desa Pagergunung? karena dulu Kerajaan Mataram yang pada waktu itu berperang melawan Belanda mengalami kekalahan dan Prajurit Mataram lari kocar-kacir sehingga Ki AJI SOKO mengamankan diri, lalu menamakan tempat tersebut yang disinggahi dengan nama PAGERGUNUNG. Kedatangan Ki AJI SOKO bersama istrinya kemudian melahirkan 3 orang putra.

Sebagaimana kebanyakan orang Jawa pada masa itu, tokoh tersebut adalah merupakan tokoh yang mempunyai kesaktian dan daya linuwih dalam olah kanugrahan (batin), sehingga beliau-beliau berani memasuki wilayah ke Desa Pagergunung ini yang  dikenal sangat angker dan banyak dijumpai batu-batu cadas yang cukup besar dan dikelilingi gunung yang sangat terjal.

Ketokohan dari para perintis Desa Pagergunung ini sudah dikenal oleh daerah-daerah lain, hal tersebut dapat dibuktikan oleh kenyataan pada waktu itu banyak lahan yang tandus belum ditanami dikarenakan kekurangan air, banyak bebatuan dan berbukit-bukit atau dikelilingi gunung-gunung sehingga oleh beliau dinamakan Desa Pagergunung, dengan adanya Ki AJI SOKO di Desa Pagergunung maka mengingat kelebihan kebanyakan daya linuwih Ki AJI SOKO lahan-lahan di area Pagergunung dapat ditanami padi karena adanya aliran sungai yang dicipkakan oleh daya ghoib Ki AJI SOKO dengan tongkatnya yang diketukkan ke batu maka menurut cerita air mengalir mengikuti ketukan tongkat tersebut.

Lama kelamaan banyak ditemukan pepohonan yang cukup besar dan kecil dalam jumlah yang  banyak dan berhasil dilestarikan dan sehingga dapat memakmurkan warga masyarakat sekitarnya dalam bercocok tanam, khususnya tanaman padi karena ketersediaan air cukup banyak berkat terjaganya kelestarian alam sekitarnya.

Sebelum Kemerdekaan Pemerintahan Desa Pagergunung konon kabarnya dimulai  sejak tahun 1880-an yang menjabat lurah pertama yaitu Ki SENTONO atau lebih dikenal dengan nama Ki AJI SOKO yang berasal dari prajurit Mataram beliau sampai di Desa Pagerunung dikarenakan Kerajaan Mataram yang waktu itu berperang dengan Belanda mengalami kekalahan dan prajurit Mataram kocar-kacir sehingga Ki AJI SOKO mengamankan diri di Desa Pagergunung, karena Desa Pagergunung dikelilingi gunung merupakan tempat tinggal yang cukup aman dari ancaman Belanda pada waktu itu.

Jasa Ki AJI SOKO sangat disegani oleh masyarakat dan lingkungannya karena pada waktu itu masih banyak lahan di Desa Pagergunung belum dapat ditanami padi karena belum ada adanya aliran sungai. Mengingat kelebihan Ki AJI SOKO, lahan-lahan di Pagergunung dapat ditanami padi.

Asal mula aliran sungai dengan daya ghoib tongkat diketukan  di bebatuan maka menurut  cerita air mengalir mengikuti ketukan tongkat tersebut dan mengalir kemana-mana.

Hal tersebut dapat dibuktikan sampai dengan saat ini warga Desa Pagergunung berkat jasa dan Kesaktian Ki AJI SOKO dapat  menanam padi / polowijo (jagung, kacang, ketela).

Selanjutnya yang menjabat lurah adalah MBAH SASTRO SOEDJONO, beliau merupakan anak pertama dari Ki AJI SOKO. Beliau menjabat lurah pada tahun 1900 sampai dengan 1920 kemudian dilanjutkan oleh keturunan MBAH SASTRO SOEDJONO yaitu MBAH MARTO SOEDJONO yang menjabat lurah dari tahun 1920 sampai dengan 1945.

Setelah kemerdekan Pemerintah Desa Pagergunung telah melaksanakan pemiliha Kepala Desa sebanyak 9 kali. Pemilihan Kepala Desa yang pertama dilaksanakan dengan demokratis yaitu pada tahun 1945 dan yang terpilih menjadi Kepala Desa yang pertama setelah kemerdekaan adalah MBAH SUKARDI dan beliau menjabat sampai dengan tahun 1948. Kemudian berturut sbb:

  1. SUWARNO : 1948-1953
  2. SUKANDAR : 1953-1958
  3. SURATIN : 1958-1963
  4. SANUSI : 1963-1965
  5. SALIMAN : 1965-1976
  6. SOEKARNO : 1976-1998
  7. SUPARLAN : 1998-2013
  8. UNTUNG PRIYADI RAMANDANI : 2013 – 2019
  9. MEDIANTO PURWANTO : 2020 - Sekarang